Kamis, 24 Januari 2008

Kehilangan Lagi Orang Tercinta

Innalillahi wa innailaihi raji’un. Tanggal 24 bulan Januari tahun 2008, pak dhe saya Makimin, yang tinggal di Tanjung Karang, telah dipanggil kembali oleh Allah SWT. Pak dhe sembilang bersaudara, anak kedua. Sedang ibuku anak kelima. Pak dhe punya empat anak. Pertama mas Supri, mbak Warmi, mbak Lastri dan mbak Fatimah. Anak pertamanya tinggal di Bandung bersama dengan istri dan anak-anaknya. Sedang anak yang lain tinggal di Tanjung Karang, semua sudah berkeluarga.

Ketika sedang di kantor, dikabari istri lewat HP saya. Ketika kabar itu kuterima, seakan dalam mimpi, tidak percaya dengan apa yang kudengar. Mata terasa pedih, lemes. Langsung saja, saya langsung cari tahu kebenaran beritanya, kepada mas Pur, di Wonogiri. Kata mas Pur, pak dhe meninggal kurang lebih jam 11 siang. Pak dhe pulang dari sawah, lepas baju, kemudian membetulkan lampu dirumah dengan naik tangga. Pak dhe lupa mematikan sekering, kabel lepas dan mengenai dadanya, kesetrum dan jatuh… Memang Allah berhak mengambil hambanya kapan saja dan dengan cara apa saja…. Ibuku menangis. Keluarga Wonogiri menangis. Aku tidak bisa menangis…. Terbayang terus wajah pak dhe.

Sudah lama aku tidak berjumpa dengannya. Padahal sering dalam hati ini, ingin sekali berkunjung ke rumahnya yang di Tanjung Karang. Tapi itu hanya tinggal keinginan saja, sampai pak dhe dipanggil kembali oleh Allah SWT, keinginan itu belum kesampaian.

Aku ingat terakhir kali, kita sekeluarga besar bertemu, itu dua tahun yang lalu, dan bulan Januari juga serta dalam keadaan yang sedang berduka. Saat itu Lek Setu, juga dipanggil oleh Allah SWT, setelah sekian lama menderita sakit. Pedih saat itu. Dan sekarang kembali kami sekeluarga pedih. Kembali orang-orang tercinta diambil oleh yang kuasa. Kami ikhlas ya Allah……

Masih jelas dalam ingantanku, pak dhe Min hijrah ke Tanjung Karang bersama dengan ketiga anaknya. Saat itu saya masih kelas 5 atau 6 SD. Keluarga pak dhe Min diguncang prahara. Istrinya minta cerai, tergoda dengan lelaki lain, lelaki hidung belang…. Padahal sudah dikaruniai 4 orang anak. Padahal hidupnya sudah mapan. Hancurlah harapan pak dhe. Hancurlah harapan anak-anaknya. Tahun-tahun itu merupakan keributan besar dalam biduk rumah tangga pak dhe. Sudah berbagai cara dilakukan untuk menyadarkan istri pak dhe. Pak dhe bersedia menerima apapun keadaan istri, bagaimanapun kotor, keji dan hina keadaan istri, hanya demi keutuhan keluarga, demi masa depan anak-anak yang masih kecil. Tapi rupanya iblis telah menguasai hati istrinya. Hatinya telah menjadi batu. Pak dhe difitnah oleh istri, dan juga keluarga istri yang tidak tahu persoalan. Jadi buronan polisi. Sembunyi dari rumah saudara ke rumah saudara yang lain. Anak ketiganya sebaya denganku. Sedang anak keempatnya masih lima tahunan. Kasihan sekali mereka saat itu. Aku ingat saat itu pak dhe seperti orang gila, stres berat

Sampai akhirnya, pak dhe Min mendapat ide/saran untuk hijrah. Tujuannya adalah ke Lampung. Sendiri pak dhe kesana, tanpa tempat tujuan yang mesti dituju. Benar-benar hidayah dari Allah SWT, pak dhe Min menuju Masjid. Padahal pak dhe Min sebelumnya adalah orang lugu dan jauh dari agama. Di masjid pak dhe bertemu dengan seorang ustad, ditolong, di beri tempat tinggal sementara. Aktif ikut pengajian. Dan akhirnya mendapatkan cahaya Islam. Kehidupannya berubah 180 derajat.

Setelah beberapa bulan, pak dhe mampu membeli rumah, yang tentu sangat sederhana, namun layak untuk tempat tinggal. Pak dhe Min pulang ke Wonogiri, bermaksud silaturahmi dan menjemput anak-anaknya. Kami sekeluarga menangis, dalam pertemuan itu. Bahagia. Pak dhe telah menemukan kahidupan yang sebenarnya.

Sekembalinya, anak-anak dibawa, yang pertama mbak lastri dan Fatimah. Di Tanjung Karang, Fatimah dimasukan pesantren hafalan Al-Quran. Pak dhe makin intensif dalam pengajian. Sampai akhirnya pak dhe dipercaya oleh masyarakat sebagai ustad. Kemudian menyusul mbak Warmi bersama suaminya, menetap di Lampung.

Kehidupannya terus berkembang. Dengan seijin anak-anaknya, pak dhe menikah lagi, dengan janda tanpa anak. Pak dhe kelihatan tambah sangat bahagia. Setelah lulus dari pesantren, Fatimah diambil menantu oleh Kiai pemilik pesantren. Pak dhe sangat bangga dengan fatimah. Dia memang beda dengan anak-anak pakdhe yang lain.

Dan kini, engkau pak dhe telah kembali kepada Zat pemilik alam semesta dan seisinya, yang hidup maupun yang mati. Kami ikhlas. Ya..... Allah ampunilah dosa-dosanya, ampunilah kesalahannya, terimalah amal-amal baiknya, dan karuniakanlah tempat yang baik dan mulia disisiMu ya Allah..... Serta kepada anak-anak dan cucu-cucunya serta kami keluarga besarnya, karuniakanlah kesabaran dan ketabahan.....

Aku selalu ingat kata-katamu pak dhe, kita semua ini camat (calon mati), tidak tahu kapan terjadinya, maka persiapkah amal-amal baik, tekun beribadah. Pak dhe engkau selalu dalam kenanganku, dalam kenangan keluarga besarmu.... Kami keluargamu selalu merindukanmu, semoga di surga kelak kita kan bertemu...... Amiiiin

Semarang, 24 januari 2008.

Tidak ada komentar: