Jumat, 25 Januari 2008

Setelah Harga Kedelai Melambung, Kemudian Apalagi?

Memang tragis nasip orang kecil. Kata Tukul “wong cilik”. Bukan orang berbadan kecil. Namun orang yang tidak punya apa-apa. Yang hidupnya serba pas-pasan, kekurangan, berada dibatas garis kemiskinan bahkan di bawah garis kemiskinan. Mengapa tidak tragis? Lha makanan yang kata orang, makanan kelas bawah, bahkan ada yang bilang kelas tempe, bahan dasarnya harganya melambung di awan. Para produsen tempe dan tahu teriak bakal bangkrut karena harga jual tidak menutupi harga produksi. Kalau harga dinaikkan, gantian para penikmat tahu dan tempe yang teriak gak bisa beli. Kalaupun ada produsen tahu dan tempe yang kreatif, dengan mengurangi ukuran tahu dan tempe yang diproduksi, agar roda usaha tetap berjalan (mesti merangkak), itupun masih diprotes oleh konsumen.

Ada ibu-ibu belanja protes sama pedagang, kemarin beli tempe dengan harga yang sama masih dapat ukuran yang lumayan besar, namun pagi itu akurannya jauh lebih kecil. Bahkan ada produsen yang kreatif dengan mencampur dengan kulit kedelai atau bahkan ampas tahu.

Maka baru kali ini, kita lihat di berita Televisi ada demonstrasi para pengusaha tahu dan tempe. Mereka mendemo di Gedung Dewan yang terhormat dan juga di Istana Negara. Memprotes pejabat atau wong gede yang tidak memikirkan nasip wong cilik. Bagi mereka tahu dan tempe itu jenis makanan apa, gak doyan....

Bagaimana bisa negara agraris dengan tanah yang luas bisa sampai kekurangan kedelai, sehingga harus impor dari negri tetangga. Apa gak malu, hi..hi... Saya ingat dengan komentar salah seorang pejabat negara kita, seorang Ketua MPR yang sangat sederhana bilang, ”jangan sampai masyarakat tempe mengimpor tempe....”. lha opo tumon.

Masalah tempe dan tahu ini hanya satu kasus yang menimpa wong cilik, sebelumnya lebih heboh lagi. Negara agraris dengan tanah yang luas dan subur, mengimpor beras, CPO, gula serta terigu. Akhirnya harga di pasar melambung. Yang jadi korban siapa lagi kalo bukan ”wong cilik”. Sedangkan para orang berpunya, ”orang gede” tidak terpengaruh dengan huru hara kenaikan harga sembako. Mereka bisa makan enak sampai kenyang bahkan rakus di rumah makan dan restoran mewah kesukaan mereka.

Setelah harga kedelai melambung, kemudian apalagi.......?


masepe
Semarang, 25 Januari 2008.

Tidak ada komentar: